Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Anggrek Tak Berdaun di Aceh, Penemuan ke-5 di Indonesia

Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Anggrek Tak Berdaun di Aceh, Penemuan ke-5 di Indonesia

By Divisi News 9 min read

Jakarta - Para peneliti di National Research Innovation Agency (BRIN) telah menemukan spesies baru anggrek tak berdaun di Aceh, Sumatra. Penemuan anggrek ini menjadi penemuan ke-5 anggrek dengan jenis serupa di Indonesia sedangkan empat jenis anggrek sebelumnya telah ditemukan di Jawa, Sunda Kecil, Sulawesi dan Maluku. Spesies baru ini diberi nama Chiloschista tjiasmantoi Metusala. Nama tersebut diambil dari nama Wewin Tjiasmanto, seorang filantropis lingkungan.

"Nama Chiloschista tjiasmantoi disematkan sebagai penghargaan atas dukungannya terhadap upaya pelestarian flora di Indonesia, khususnya Aceh," ucap Destario Metusala, peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Bioevolusi BRIN melalui keterangannya pada Kamis, 27 Maret 2025.

Menurut Destario, beberapa individu anggrek Chiloschista tumbuh dengan cara menumpang pada pepohonan di perkebunan semi terbuka yang lokasinya berdekatan dengan hutan. Cara mudah mendeteksi bunga ini melalui warnanya yang mirip dengan batang pohon yang ditumpanginya serta diikuti dengan munculnya organ bunga kecil berwarna kuning cerah.

Meski baru saja ditemukan, Destario menuturkan bahwa anggrek C. tjiasmantoi sudah masuk dalam kategori genting (endangered) berdasarkan kriteria IUCN Redlist. Minimnya area persebaran dan populasinya yang terbatas serta didukung oleh ancaman ekspansi perkebunan dan perubahan iklim menjadi penyebab kelangkaan anggrek ini.

"Perluasan kawasan lindung di Aceh perlu segera dilakukan untuk melestarikan berbagai spesies tumbuhan yang terancam kepunahan, terutama spesies unik yang hanya ada di Provinsi Aceh," ujarnya.

Dengan kuntum bunga selebar 1,0-1,2 sentimeter, bunga anggrek C. tjiasmantoi memiliki warna kuning dengan taburan pola bintik jingga atau kemerahan. Diketahui pula dalam satu tangkai bunga dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara serentak.

Spesies ini umumnya dapat dijumpai pada ketinggian 700–1.000 meter di atas permukaan laut. Dalam proses pertumbuhannya anggrek akan menempel pada batang pepohonan tua di habitat semi terbuka, berangin, dan lembap. Anggrek jenis ini biasanya mekar pada paruh tengah bulan Juli, serta awal November hingga akhir Desember.

"Anggrek spesies baru ini telah berevolusi secara unik dengan mereduksi organ daunnya secara ekstrem sehingga proses fisiologi penting seperti fotosintesis dilakukan pada organ akarnya," jelas Destario sembari menjabarkan peluang riset lanjutan guna menelisik beragam aspek biologinya melalui keunikan tersebut. 

Destario lantas menyampaikan alasan mengapa anggrek ini disebut anggrek tak berdaun. Hal tersebut disebabkan anggrek C. tjiasmantoi hidup dengan kondisi tanpa organ daun dalam sepanjang daur hidupnya.

"Anggrek ini lebih dikenal oleh para hobiis di Indonesia dengan nama anggrek akar mengingat penampakannya seperti sekumpulan akar-akar berwarna kehijauan," tutur Destario melengkapi. 

Sumber: 

• BRIN

• Tempo

• Antara news